Potensi Investasi Ekosistem Mangrove di Aceh Tamiang

entry image

Potensi Investasi Ekosistem Mangrove di Aceh Tamiang

Author: Admin Date published: 22 Desember 2023

Artikel berikut adalah rangkuman dari dokumen: Analisis Peluang Investasi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh.

Ekosistem mangrove di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, menyimpan potensi investasi yang sangat besar untuk dikembangkan secara berkelanjutan. Berdasarkan analisis peluang investasi dari Pemerintah Aceh, total luas kawasan mangrove di Kecamatan Seruway sendiri mencapai 12.338 hektar. Luasan ini cukup signifikan dan mangrove di wilayah ini termasuk yang terbesar di Aceh bagian timur.

Sayangnya, terjadi penyusutan lahan mangrove yang sangat drastis di Kecamatan Seruway dalam beberapa tahun terakhir. Data menunjukkan penurunan luas dari 20.530 hektar pada 2015 menjadi tinggal 12.338 hektar pada 2021. Penyusutan ini mencapai 40% dan jelas sangat memprihatinkan.

Penyebab utama degradasi ekosistem mangrove di wilayah ini adalah maraknya alih fungsi lahan untuk kepentingan industri perkebunan kelapa sawit dan aktivitas pertambangan liar. Selain itu penebangan liar pohon bakau juga masih kerap terjadi untuk diolah menjadi arang. Kondisi ini harus segera ditangani melalui berbagai program konservasi dan rehabilitasi agar luasan mangrove dapat dipulihkan.

Untungnya, masih banyak peluang investasi menjanjikan yang dapat dieksplorasi di ekosistem mangrove Kecamatan Seruway ini. Berdasarkan hasil kajian, setidaknya ada tiga sektor utama yang berpotensi untuk pengembangan, yakni ekowisata, budidaya perikanan terpadu (silvofishery), dan pemanfaatan cadangan karbon (blue carbon).   

Yang pertama adalah pengembangan kawasan ekowisata mangrove yang terintegrasi dengan upaya konservasi satwa langka seperti Tuntong Laut. Ekowisata mangrove dapat meningkatkan kesadaran lingkungan dan pelestarian alam, sekaligus menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

Selain habitat alami bagi beragam flora dan fauna, hutan bakau ini menyimpan daya tarik wisata yang luar biasa. Rimbunnya kanopi mangrove dengan akar nafas yang menjulang serta bias sinar matahari yang menembus celah-celah daunnya menciptakan suasana alami nan eksotik. Ditambah keberadaan satwa langka seperti Tuntong Laut yang dilindungi, nilai edukasinya pun semakin tinggi.  

Dengan pengembangan infrastruktur pendukung seperti akses jalan, penginapan, pusat informasi, dan fasilitas pengelolaan limbah yang memadai, kawasan mangrove Kecamatan Seruway sangat berpotensi untuk dijadikan destinasi ekowisata bernilai tinggi. Ini akan mendatangkan manfaat ekonomi bagi penduduk setempat sekaligus mendorong pelestarian lingkungan.

Kombinasi antara seperangkat aktivitas wisata alam seperti jelajah hutan, pengamatan burung dan satwa,puncak menara pandang, hingga beragam kuliner khas pesisir dapat menjadi daya pikat bagi wisatawan. Tak ketinggalan, belanja merchandise dan produk kerajinan khas mangrove juga dapat menjadi pendapatan tambahan bagi warga. Mengingat mangrove di Aceh bagian timur juga masih sangat alami, penerapan konsep ekowisata di Kecamatan Seruway ini patut untuk dioptimalkan.

Kedua, terkait budidaya perikanan tambak terpadu atau sering disebut model silvofishery. Dengan luas hampir 408 hektar tambak udang dan ikan yang sudah ada saat ini, potensi pengembangan skala besar di wilayah ini sangatlah besar. Apalagi aksesibilitasnya didukung oleh ketersediaan infrastruktur jalan yang sangat memadai.

Budidaya tambak udang windu dan ikan bandeng polikultur dengan terintegrasi ekosistem mangrove sewajarnya dapat dikembangkan hingga menjadi agroindustri bernilai miliaran rupiah. Ini tentu menjanjikan bagi investor yang berminat menanamkan modalnya, baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Selain dapat memberdayakan ekonomi masyarakat melalui skema kemitraan, penerapan konsep tambak terpadu ramah lingkungan ini juga berpeluang menghasilkan devisa dari ekspor hasil produksi udang dan ikan ke mancanegara. Dengan menerapkan teknologi moderen untuk meningkatkan produktivitas, diharapkan keberlanjutan ekosistem mangrove sebagai pendukung utama sistem tambak juga tetap terjaga.

Ketiga adalah pemanfaatan cadangan karbon yang disimpan di ekosistem hutan mangrove, atau dikenal dengan istilah blue carbon. Berdasarkan hasil kajian, diperkirakan kandungan karbon yang mampu diserap oleh mangrove Kecamatan Seruway mencapai 90,99 juta ton CO2 setara. Ini memberikan prospek baik terkait monetisasi karbon lewat skema perdagangan karbon sukarela atau voluntary carbon trade.  

Dengan ditetapkannya mangrove sebagai salah satu pendukung utama aksi mitigasi gas rumah kaca dalam Dokumen Renja Subnas FOLU Net Sink Aceh 2030, kesempatan untuk mengembangkan blue carbon patut digenjot. Apalagi, komitmen Pemerintah Aceh dalam mendukung implementasi rencana operasional terkait peningkatan cadangan karbon ini terlihat jelas.

Skema voluntary carbon trade dapat menjadi terobosan yang tepat, mengingat belum adanya regulasi pasar karbon wajib di Indonesia untuk sektor berbasis lahan seperti kehutanan dan kelautan. Dengan skema ini, petani dan nelayan lokal dapat turut berkontribusi dalam mitigasi emisi global melalui aksi-aksi pelestarian mangrove, sembari menikmati manfaat finansial dari hasil penjualan kredit karbon.

Namun tentu saja, pengembangan investasi di ketiga sektor ini memerlukan langkah-langkah serius dan terintegrasi dari berbagai pihak terkait. Diperlukan dukungan regulasi dan kebijakan yang kondusif dari Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten setempat, penyediaan berbagai infrastruktur pendukung yang memadai, serta optimalisasi peran serta masyarakat dan swasta sebagai pelaku utama.  

Tanpa strategi yang terpadu dan kolaborasi multipihak yang solid, sulit untuk mewujudkan potensi riil dari ekosistem mangrove Kecamatan Seruway ini. Sebagai ekosistem pesisir utama di Aceh bagian timur dengan tingkat keanekaragaman hayati yang begitu kaya, sudah selayaknya upaya-upaya pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan untuk kemaslahatan bersama terus diintensifkan di masa mendatang melalui pengembangan investasi yang bertanggung jawab.

Apalagi lokasinya yang tidak terlalu jauh dari Kota Langsa sebagai basis aktivitas perekonomian di wilayah timur Aceh tentu sangat menguntungkan. Dengan akses transportasi dan mobilitas barang yang relatif mudah melalui darat, udara, maupun laut, skala pasar potensial penyerapan hasil produksi dari investasi di ekosistem mangrove Kecamatan Seruway ini sangatlah besar.

Ditambah lagi rencana pembangunan Pelabuhan Langsa, dan juga keberadaan Bandara Cut Nyak Dhien Meulaboh yang bisa dimanfaatkan, akses ke pasar ekspor sekalipun akan semakin terbuka lebar. Ini penting untuk memastikan kelancaran distribusi dan suplai bahan baku maupun pemasaran hasil panen bagi para investor di ketiga sektor potensial pengembangan ekowisata mangrove, silvofishery, dan blue carbon ini.

Prospek pertumbuhan yang positif dari ketiga sektor peluang investasi ekosistem mangrove Kecamatan Seruway ini diperkirakan juga akan menstimulasi peningkatan kegiatan di sektor-sektor pendukung lainnya. Misal aktivitas perdagangan, hospitality, konstruksi, logistik, perbankan dan sektor jasa terkait lainnya. Dampak berganda atau multiplier effect yang signifikan bagi perekonomian dapat tercipta.

Apabila dirancang dan dilaksanakan secara matang oleh segenap pemangku kepentingan terkait, pengembangan investasi yang bertanggung jawab di sektor ekowisata, silvofishery, dan perdagangan karbon mangrove ini dapat memberikan sejumlah manfaat positif yang saling mendukung baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Hal ini selaras dengan prinsip pembangunan Aceh yang inklusif dan berkelanjutan sebagaimana digariskan dalam Rencana Induk Pembangunan Kesejahteraan Sosial Provinsi Aceh.

Download publikasi Analisis Peluang Investasi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh. pdf, 3.1MB


share this article
image
image
Starting Invest in Aceh

These investment incentives and scheme is specifically designed to encourage potential investors and thus reap the positive effects of foreign direct investments (FDI).

Contact Us