DPMPTSP Aceh Zona Hijau Pelayanan Publik Pemerintah Aceh
BANDA ACEH – Tak berlebihan bila disebut Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh merupakan zona hijau pelayanan publik di lingkungan Pemerintah Aceh. Hasil evaluasi Ombudsman RI Wilayah Aceh tahun 2023 menunjukkan DPMPTSP Aceh mendapat nilai 84,83 dan masuk dalam kategori Hijau.
Selain penilian Ombudsman RI Wilayah Aceh, pelayanan perizinan dan non perizinan yang diberikan DPMPTSP Aceh kepada pelaku usaha dan stakeholders lainnya mendapat predikat “Baik” dan “Sangat Baik” dari Kementerian Investasi dan Penanaman Modal/BKPM dan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB).
Hal tersebut terungkap dalam Forum Konsultasi Publik Evaluasi Standar Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan yang digelar DPMPTSP Aceh, Banda Aceh, Rabu (23/8).
“Kami berterima kasih atas penilain objektif dari Ombudsman RI Wilayah Aceh maupun penilaian lembaga kementerian, namun belum boleh berpuas diri,” ujar Kepala DPMPTSP Aceh, Marthunis, ST, DEA saat membuka Forum Konsultasi Publik tersebut.
Ia bertekad meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan non perizinan sesuai harapan stakeholders utamanya, yakni pelaku usaha yang langsung merasakan pelayanan perizinan di dinas yang dinahkodainya itu.
Marthunis mengatakan, masyarakat pelaku usaha menilai pelalayanan DPMPTSP Aceh sudah sangat baik. Hasil Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) Triwulan II Tahun 2023 *di bawah koordinasi Pejabat Fungsionsl Eka Fitri, SE mendapat nilai 88,34. Namun, ada dua unsur yang nilai masih rendah, yakni sisi prosedur perizinan dan waktu pelayanannya.
“Perlu ditelusuri bottle neck-nya untuk mengoreksi prosedur dan waktu pelayanan bagi pelaku usaha,” pinta mantan Bupati Kabupaten Aceh Singkil kepada para kepala bidang perizinan dan non perizinan yang tekun menyimak arahan atasannya itu.
Pemetaan
Sementara itu, hasil pemetaan durasi pelayanan perizinan dan non perizinan periode tahun 2020 hingga pertengahan tahun 2023 yang dipaparkan Kepala Bidang Pengaduan Kebijakan dan Pelaporan DPMPTSP Aceh, Saifullah Abdulgani menunjukkan penyelesaian perizinan dan non perizinan lebih lekas dari waktu yang ditetapkan dalam Standard Operasional Prosedur (SOP) pelayanan perizinan.
Pada tahun 2020 DPMPTSP Aceh menerbitkan sebanyak 3.729 izin-non izin. Sebanyak 2.310 (62%) diselesaikan lebih cepat dari waktu yang ditetapkan dalam SOP, 116 (3%) sesuai SOP, dan 1.303 (35%) lebih lambat. Pada tahun 2021 menerbitkan 2.720 izin dan non izin. Sebanyak 1.466 (54%) lebih cepat dari SOP, 156 (6%) sesuai SOP, dan sisanya 1.098 (40%) lebih lambat dari SOP.
Lebih lanjut, beber Saifullah, Pada tahun 2022 menerbitkan 3.359 izin dan non izin. Sebanyak 1.785 (53%) lebih cepat dari SOP, 90 (3%) sesuai SOP, dan sisanya 1.483 (40%) lebih lambat dari SOP. Kemudian, hingga pertengahan tahun 2023 DPMPTSP Aceh telah menerbitkan 1.354 izin-non izin. Sebanyak 792 (58%) diproses lebih cepat dari SOP, sebanyak 23 (2%) sesuai SOP, dan sebanyak 539 (40%) lebih lambat dari SOP.
“Izin atau non izin yang prosesnya melampaui waktu yang ditepakan SOP umunya yang membutuhkan pertimbangn OPD teknis, seperti sektor pertambangan, transportasi darat, perikanan, dan sektor pendidikan,” simpul mantan Juru Bicara Pemerintah Aceh itu.
Menanggapi hasil analisis tersebut, Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Perizinan A, Drs Mustafa, M.Si, yang diwakili Pejabat Fungsional Kairani Hasri, SE, Kabid Pelayanan Perizinan B, Marzuki, SH, dan Kabid Perizinan C Feriyana, SH, M.Hum mengatakan masih ada kendala regulasi dalam percepatan beberapa jenis perizinan yang ditanganinya.
“Kami akan tingkatkan koordinasi dengan dinas teknis untuk memangkas prosedur dan mempersingkat waktu prosesnya dengan tanpa mengabaikan ketetapan peraturan perundang-undangan,” kata Marzuki dan diamini Mustafa dan Feriayana.
Sementara itu, Ketua Ombudsman RI Wilayah Aceh, Dian Rubianty, SE, Ak, MPA yang diundang secara khusus sebagai pemicu diskusi dalam Forum Konsultasi Publik DPMPTSP Aceh itu mengatakan pentingnya penilaian maupun pengaduan masyarakat dalam layanan publik. Banyak pengaduan bukan berarti buruknya pelayanan, tapi sebaliknya.
“Semakin baik pelayanan semakin banyak komplain publik. Itu pertanda publik peduli karena sudah ada trust dari pelayanan yang kita berikan. Pengalaman pelbagai negara maju menunjukkan tren seperti itu,” tutur Dian sembari memgapresiasi DPMPTSP Aceh yang dinilai sigap menangani pelbagai kasus pengaduan masyarakat.
Forum Konsultasi Publik DPMPTSP Aceh dihadiri antara lain para pelaku usaha, unsur lembaga swadaya masyarakat, akademisi, pejabat tenis dari Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) yang terkait dengan proses perizinan berusaha, dan juga unsur media massa. Sementara ketiga Kabid Pelayanan Perizinan dan Perizinan plus Kabid Pengaduan Kebijakan dan Pelaporan didaulat sebagai pemicu diskusi publik tersebut.[]