DPMPTSP Aceh Teruskan Pengaduan Masyarakat Kepada Polisi
BANDA ACEH—Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh dan kabupaten/kota dapat meneruskan pengaduan masyarakat yang diduga sebagai tindak pidana lingkungan hidup, kepada kepolisian setempat. DPMPTSP kabupaten/kota dapat meneruskan kepada Polisi Resor (Polres) dan DPMPTSP Aceh kepada Polda Aceh.
Hal tersebut disampaikan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh, Kombes Pol Winardy, SH, SIK, M.Si melalui Kasikorwas PPNS Ditreskrimsus Polda Aceh, Kompol Marzuki, SH, M.Si mejawab pertanyaan peserta Bimbingan Teknis (Bimtek) Tata Cara Pengelolaan Pengaduan yang digelar DPMPTSP Aceh di Banda Aceh, Kamis (24/8).
“Pengaduan masyarakat yang diduga tindak pindana lingkungan dan bukan kewenangan DPMPTSP dapat diteruskan kepada kepolisian setempat,” kata Marzuki usai mendengar kasus-kasus yang didugaan tindak pidana lingkungan hidup dan bukan kewenangan DPMPTSP provinsi maupun DPMPTSP kabupaten/kota.
Menurut salah seorang peserta Bintek Tata Cara Pengelolaan Pengaduan, yang juga Kepala DPMPTSP Kabupaten Bireuen, Ritahayati, ST pihaknya dapat menindaklajuti pengaduan masyarakat yang masih dalam linghkup perizinan dan non izin berusaha yang pernah diterbitkan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Rita mencontohkan, pihaknya dapat segera menindaklanjuti pengaduan masyarakat terhadap aktifitas pertambangan galian C yang memiliki izin usaha, namun tidak berwenang atas pengaduan terhadap aktifitas penambangan tanpa izin di wilayah kerjanya. Kegiatan usaha tanpa izin dan ilegal, belum menjadi domain DPMPTSP, sambungnya.
Ia mengaku acap mendapat pengaduan masyarakat di luar kewenangannya, seperti konflik pendirian rumah ibadah dan usaha sarang burung walet di atas bangunan pertokoan. Bukan hanya Rita, peserta lainnya juga kerap mendapat pengaduan yang tidak dapat ditindaklanjuti, seperti aktivitas tambang mineral dan batu bara (Minerba) yang dilakukan masyarakat secara tradisional.
“Pengaduan terhadap aktifitas masyarakat yang tidak memiliki izin usaha namun memiliki dampak penting bagi lingkungan hidup seyogyanya ditangani instansi berwenang dalam penegakan hukum lingkungan hidup,” simpul Moderator Saifullah Abdulgani, yang juga Kabang Pengaduan DPMPTSP Aceh.
Sangking banyaknya kasus-kasus pengaduan yang diungkapkan peserta Bintek, Kompol Marzuki, SH, M.Si tidak sempat merespon seluruhnya karena keterbatasan waktu, maka Kasi Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Aceh itu memberikan nomor telepon gengamnya kepada para peserta Bintek, yang rata-rata para pejabat eselon II dan eselon III DPMPTSP dari 23 kabupaten/kota di Aceh.
“Kita akan berkoordinasi lebih lanjut untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang merupakan domainnya penegakan hukum lingkungan hidup,” kata Marzuki dan disambut standing aplus oleh seluruh peserta Bintek tersebut.
Mediasi
Sementara itu, peserta Bintek Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat juga mendapat pembekalan dari Dinas Pertanahan Aceh. Menurut Kepala Bidang Penanganan Masalah, Pembinaan dan Penyuluhan Dinas Pertanahan Aceh, M Nizwar, SH, MH penanganan pengaduan masyarakat dapat juga diselesaikan melalui proses mediasi. Tidak semua masalah harus diselesaikan melalui jalur hukum.
“Pengaduan sengketa batas tanah, misalnya, adakalanya dapat diselesaikan melalui proses mediasi,” tuturnya.
Akan tetapi, lanjutnya, proses mediasi membutuhkan mediator profesional. Mediator profesional bukan hanya memiliki pengetahuan yang memadai terhadap perkara yang dipersengketakan, meraka juga memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Mereka mampu mengindentifikasi penyebab utama suatu masalah sehingga menghasilkan penyelesaian dengan kesepakatan win win solusion.
Tantangan kita di Aceh, tambah Nizwar, tenaga mediator professional tidak banyak, termasuk di Dinas Pertanahan Aceh. Di DPMPTSP Aceh baru ada satu orang mediator bersertifikat, yakni Cut Danila Helwani, S.IP, M.EC.Dev. Cuta Danila Helwani merupakan Pejabat Fungsional yang menangani penagaduan masyarakat di DPMPTSP Aceh.
Sebaiknya, pelatihan-pelatihan mediasi lebih sering dilakukan sehingga kasus-kasus sengketa ringan dapat diselesaikan melalui mediasi saja, tuturnya. Ibu Cut Danila Helwani sebaiknya memberi pembekalan teknik mediasi kepada tenaga penanganan pengaduan di DPMPTSP kabupaten/kota, anjur T Mizwar. “Penyelesaian persoalan melalui proses mediasi lebih murah, lebih cepat, lebih efisien, dan dapat memuaskan para pihak yang bersengketa,” kata Mizwar.
Analis Kebijakan Sub Koordinator A/III, mewakili kepada Bidang Perizinan, Khairini Hasri, S.Pi, M.P mengatakan bahwa Bimtek Tata Cara Pengelolaan Pengaduan yang digelar oleh DPMPTSP Aceh merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja dan koordinasi antara DPMPTSP Aceh dan kabupaten/kota dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Ia berharap agar Bimtek ini dapat memberikan manfaat bagi para peserta dalam menangani pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan penanaman modal dan perizinan usaha di Aceh.
“Kami berharap Bimtek ini dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan para peserta dalam mengelola pengaduan masyarakat secara profesional, responsif, transparan, dan akuntabel. Kami juga berharap agar Bimtek ini dapat mempererat kerjasama antara DPMPTSP Aceh dan kabupaten/kota dalam memberikan pelayanan publik yang prima,” ujar Khairini.
Analis Kebijakan Sub Koordinator Pelaporan dan Peningkatan Layanan, selaku Koordinator survei kepuasan masyarakat DPMPTSP Aceh, Eka Fitri, SE mengungkapkan bahwa DPMPTSP Aceh telah melakukan survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan perizinan usaha di Aceh. Survei ini dilakukan untuk mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap aspek-aspek pelayanan seperti prosedur, persyaratan, waktu, biaya, produk, kompetensi petugas, perilaku petugas, sarana dan prasarana, serta penanganan pengaduan.
“Hasil survei menunjukkan bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan perizinan usaha di Aceh mencapai 82,3 persen. Ini menunjukkan bahwa pelayanan perizinan usaha di Aceh sudah cukup baik dan memenuhi harapan masyarakat. Namun demikian, kami tetap berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kami dengan melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan,” tutup Eka.