Peluang Aceh jadi Pusat Peternakan Sapi di Sumatera
Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi peternakan sapi yang cukup besar. Menurut data Badan Pusat Statistik, populasi sapi di Aceh pada tahun 2020 ada sekitar 435.376 ekor, menempati peringkat kesembilan provinsi penghasil sapi terbanyak di Indonesia.
Sapi-sapi yang dipelihara di Aceh sebagian besar adalah sapi lokal yang dikenal sebagai sapi Aceh, yang merupakan keturunan dari sapi Benggala dan Brahman.
Sapi Aceh memiliki karakteristik fisik yang khas, seperti warna bulu hitam atau coklat tua, tanduk pendek dan melengkung ke belakang, serta tubuh yang kecil dan ramping.
Sapi Aceh juga memiliki keunggulan dalam hal adaptasi terhadap iklim tropis, ketahanan terhadap penyakit, serta kemampuan mengubah pakan berserat menjadi daging. Sapi Aceh merupakan salah satu sumber daya genetik ternak lokal yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Pembibitan sapi Aceh di Provinsi Aceh masih berbasis pada peternakan-peternakan lokal yang ada di berbagai daerah dengan sistem pemeliharaan semi intensif, skala usaha kecil dengan manajemen yang sangat sederhana, serta belum adanya pemanfaatan teknologi secara optimal.
Penyebaran populasi sapi Aceh terbanyak adalah pada wilayah sepanjang pesisir pantai, seperti Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Jaya, dan Aceh Selatan.
Pengelolaan peternakan sapi di Provinsi Aceh saat ini masih bersifat swadaya oleh masyarakat setempat. Mereka bekerja sama dengan beberapa komunitas pecinta alam dan olahraga air untuk mengembangkan potensi peternakan sapi di daerah mereka.
Masyarakat Aceh memiliki motivasi dalam memelihara sapi sebagai tabungan atau pekerjaan sambilan. Mereka biasanya menjual sapinya saat memerlukan uang atau saat ada momen tertentu seperti Meugang, yaitu tradisi memakan daging sapi sehari sebelum datangnya bulan suci Ramadhan atau hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Untuk penjualan sapinya, masyarakat Aceh biasa menjual-belikan sapinya di pasar-pasar hewan seperti pasar Geurusok dan Sibreh dengan harga mulai jutaan hingga puluhan juta rupiah tergantung bobot dan performa sapinya.
Perputaran uang dalam bisnis peternakan sapi di Provinsi Aceh belum bisa diketahui secara pasti karena belum adanya data resmi yang menyajikan informasi tersebut.
Namun, berdasarkan perkiraan sederhana dengan menggunakan data populasi sapi dan harga rata-rata sapinya, bisa diperkirakan bahwa perputaran uang dalam bisnis peternakan sapi di Provinsi Aceh mencapai triliunan rupiah per tahun.
Misalnya, jika diasumsikan bahwa populasi sapi di Provinsi Aceh pada tahun 2020 adalah 435.376 ekor dan harga rata-rata sapinya adalah Rp15 juta per ekor, maka nilai total sapinya adalah Rp6.530.640.000.000 (enam triliun lima ratus tiga puluh miliar enam ratus empat puluh juta rupiah).
Jika diasumsikan bahwa setiap tahun ada 10 persen dari populasi sapi yang dijual oleh masyarakat Aceh, maka perputaran uang dalam bisnis peternakan sapi di Provinsi Aceh adalah sekitar Rp653 miliar per tahun.
Tentu saja angka-angka ini hanya perkiraan kasar yang tidak memperhitungkan faktor-faktor lain seperti biaya produksi, fluktuasi harga, permintaan pasar, dan sebagainya.
Namun, angka-angka ini setidaknya bisa memberikan gambaran bahwa bisnis peternakan sapi di Provinsi Aceh memiliki potensi yang besar dan bisa menjadi salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat Aceh.
Potensi peternakan sapi di Provinsi Aceh memang menjanjikan, namun juga tidak lepas dari berbagai tantangan dan hambatan. Beberapa tantangan yang dihadapi oleh peternak sapi di Aceh antara lain adalah keterbatasan lahan, pakan, modal, sarana dan prasarana, tenaga kerja, pengetahuan dan keterampilan, serta akses pasar?. Selain itu, ada juga ancaman dari penyakit hewan, bencana alam, konflik sosial, serta permasalahan hukum dan perizinan.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan kerja sama antara pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat dalam mengembangkan peternakan sapi di Provinsi Aceh.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain meningkatkan kualitas genetik sapi Aceh melalui program seleksi, inseminasi buatan, atau persilangan dengan sapi-sapi unggul lainnya.
Para pihak juga perlu meningkatkan modal usaha peternakan sapi melalui pemberian bantuan pinjaman dengan bunga rendah, subsidi, atau hibah dari pemerintah atau lembaga keuangan lainnya.
Selain itu, meningkatkan sarana dan prasarana peternakan sapi melalui pembangunan kandang-kandang yang memenuhi standar kesehatan dan kesejahteraan hewan, penyediaan fasilitas air bersih dan sanitasi, serta peralatan penunjang seperti timbangan, alat transportasi, dan sebagainya.
Para peternak perlu bimbingan mengenai manajemen usaha, teknik pemeliharaan, pencegahan dan pengobatan penyakit hewan, serta pengolahan produk hasil ternak seperti daging, susu, kulit, dan sebagainya.
Pada sisi pasar perlu dibuka seluas luasnya akses pasar peternak sapi melalui pembentukan kelompok-kelompok tani atau koperasi peternak sapi yang bisa menjalin kerja sama dengan para pedagang atau pengusaha dalam hal pemasaran produk hasil ternak.
Peternakan sapi di Provinsi Aceh bukan hanya menjadi salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat Aceh, tetapi juga menjadi salah satu identitas budaya dan kearifan lokal yang patut dilestarikan.